Perhatian Pada Aqidah Tidak Berarti Melalaikan Syariat yang Lainnya
KEWAJIBAN MEMBERIKAN PERHATIAN KEPADA AQIDAH TIDAK BERARTI MELALAIKAN SYARIAT YANG LAINNYA BERUPA IBADAH, AKHLAK DAN MUAMALAH
Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Saya mengulangi peringatan ini bukan bermaksud bahwa saya di dalam pembicaraan tentang penjelasan hal yang terpenting kemudian yang penting lalu apa yang ada dibawahnya, agar para da’i membatasi untuk semata-mata menda’wahkan kalimat thayyibah dan memahamkan maknanya saja, namun setelah Allah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kita dengan menyempurnakan agama-Nya !, bahkan merupakan suatu keharusan bagi para da’i untuk membawa Islam ini secara keseluruhan, tidak sepotong-potong.
Dan ketika saya mengatakan hal ini setelah adanya penjelasan yang kesimpulannya adalah para da’i Islam benar-benar memberikan perhatian kepada sesuatu yang paling penting dalam Islam, yaitu memahamkan kaum muslimin kepada aqidah yang benar bersumber dari kalimat thayyibah Laa Ilaaha Illallah, maka saya ingin membahas bahwa penjelasan tersebut tidak berarti seorang muslim hanya semata-mata memahami makna Laa Ilaha Illallah yaitu : “Tidak ada yang diibadahi dengan hak dalam alam semesta ini kecuali Allah saja!” Akan tetapi hal itu juga mengharuskan seorang muslim memahami ibadah-ibadah lainnya yang seyogyanya Rabb kita diibadahi dengannya, dan tidak memperuntukkan sedikit pun dari ibadah itu kepada seorang hamba diantara hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala. Penjelasan tentang rincian ini juga harus diiringi dengan makna yang ringkas dari kalimat thayyibah tersebut. Dan ada baiknya saya akan memberikan beberapa contoh -sesuai dengan apa yang nampak bagiku-, karena penjelasan global saja tidaklah cukup.
Saya katakan bahwa sesunguhnya kebanyakan kaum muslimin yang bertauhid dengan benar dan orang-orang yang memperuntukkan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla, hati mereka hampa dari pemikiran dan keyakinan-keyakinan yang benar yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kebanyakan orang-orang yang bertauhid itu membaca banyak ayat dan hadits-hadits yang berisi tentang aqidah, tetapi mereka tidak memperhatikan apa yang tersirat di dalamnya, padahal itu termasuk dari kesempurnaan iman terhadap Allah Azza wa Jalla. Ambillah sebuah contoh aqidah yaitu beriman terhadap ketinggian Allah Azza wa Jalla di atas apa-apa yang Dia ciptakan. Berdasarkan pengalaman, saya mengetahui bahwa mayoritas dari saudara-saudara kita yang bertauhid dan bermanhaj salaf (mengikuti pemahaman salafus shalih) meyakini bersama-sama kita bahwa Allah Azza wa Jalla berada di atas ‘Arsy dengan tanpa ta’wil (merubah arti) dan tanpa takyif (menanyakan bagaimana). Akan tetapi ketika datang kepada mereka kaum mu’tazilah modern atau jahmiyah modern atau orang-orang maturidi atau asy’ari yang menyampaikan kepada mereka syubhat yang memahami berdasarakan zhahirnya saja, dimana orang yang memberi syubhat maupun orang yang diberi syubhat tersebut tidak memahami maknanya, maka dia menjadi bingung terhadap aqidahnya dan tersesat jauh. Mengapa ? Karena dia tidak mengambil aqidah yang benar dari segala sisi yang telah dipaparkan penjelasannya dalam Kitabullah Azza wa Jalla dan hadits Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika orang mu’tazilah modern itu berkata : Allah Azza wa Jalla berfirman :
أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Apakah kamu merasa aman terhadap (Allah) yang di langit ?“. [al-Mulk/67 : 17)
Dan kalian berkata sesungghnya Allah di langit, maka ini maknanya adalah berarti kalian menjadikan sesembahan kalian berada pada suatu tempat yaitu langit yang merupakan mahluk !!.
Maka dia melontarkan syubhat kepada orang yang ada dihadapannya.
[Disalin dari buku At-Tauhid Awwalan Ya Du’atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Prioritas Pertama dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Penerjemah Fariq Gasim Anuz, Murajaah Zainal Abidin, Penerbit Darul Haq – Jakarta]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1006-kewajiban-memberikan-perhatian-pada-aqidah-tidak-berarti-melalaikan-syariat-yang-lainnya.html